Bandung – Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta mendorong agar setiap Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah (K/L/PD) untuk dapat meningkatkan kualitas pengadaan barang/jasa.

Setya mengatakan, peningkatan kualitas barang/jasa artinya adalah setiap pengadan itu sebaiknya mendapatkan value for money atau sesuai dengan nilai manfaat yang didapat. Ia menilai, selama ini masih banyak pengelola pengadaan yang terjebak dalam paradigma lama bahwa tender adalah untuk mendapatkan harga termurah, padahal hal tersebut kurang tepat karena belum tentu barang/jasa yang didapat kualitasnya sebanding atau malah cepat rusak. Hal itu ia tegaskan memberikan arahan dalam kegiatan Dialog Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Audit Pengadaaan, Kamis (4/11) di Bandung.

Lanjutnya, pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) juga dituntut untuk dapat mendorong pemerataan ekonomi, penggunaan produk dalam negeri dan peningkatan usaha kecil. “Perpres (12/2021) sudah menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya 40% anggaran belanja dialokasikan untuk usaha kecil dan koperasi. Pengadaan juga harus memprioritaskan produk dalam negeri, apabila masih belum tersedia, bisa pake produk impor. Itu perintah Presiden.” kata Setya.
Pengelola PBJ Madya Pusalpalhan Baranahan Kementerian Pertahanan Kolonel Kal Putro Sasono Nugroho dalam kesempatan yang sama mengatakan, Kementerian Pertahanan sejak 2012 telah mencanangkan Tujuh Program Prioritas Nasional untuk mendukung kemandirian nasional.

Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dari Luar Negeri menyebutkan, bahwa untuk pengadaan Alutsista TNI wajib menggunakan Alpalhankam produksi dalam negeri. Namun apabila industri dalam negeri belum dapat memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan, maka dapat melakukan usulan ke KKIP untuk menggunakan produk impor. Salah satu syarat penggunaan produk impor adalah adanya alih teknologi dan alih kompetensi melalui penelitian dan pendidikan.

“Kontrak kemudian dikawal agar sesuai perjanjian. Karena teknologi adalah kunci kemandirian dalam bentuk apapun. Ini penting untuk peningkatan dan perkembangan industri alat pertahanan dalam negeri.” kata Putro.
Produk pertahanan Indonesia sendiri dibuat oleh para BUMN Industri Pertahanan yang terdiri dari PT Len Industri (Persero), PT PINDAD (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT PAL Indonesia (Persero) serta PT DAHANA (Persero).
Dalam banyak hal, meskipun sama seperti PBJP pada umumnya, namun karena karakteristik alpalhankam diantaranya yang harus memiliki teknologi tinggi dan bersifat costumized serta waktu produksi yang panjang, maka pengadaan di Kemhan banyak dilakukan melalui Penunjukan Langsung.

Untuk itu, Kemhan memiliki tim evaluasi pengadaan untuk nilai pengadaan dengan kontrak diatas Rp100 miliar. Tim ini dipimpin oleh Sekjen Kemhan dengan anggota para pejabat eselon I dan II, serta Mabes TNI dan Angkatan. “Fungsinya untuk melaksanakan asesmen dan evaluasi. Sejauh manakah UKPBJ melakukan proses pengadaan. ” lanjutnya.

Di sisi lain, seringkali terdapat permasalahan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang mungkin dapat berujung di meja hijau. Permasalahan tersebut bisa terjadi secara disengaja ataupun tidak disengaja. Akibatnya kualitas barang/jasa menjadi kurang baik. Komisi Pemberantasan Korupsi mencatat, perkara yang ditangani dari 2005-2009 paling banyak adalah di sektor PBJ kemudian suap, kemudian di 2010-2018, suap menempati posisi pertama.

Penyidik KPK Arend Arthur Duma mengatakan, titik kritis penyimpangan PBJ terdapat di seluruh tahapan pengadaan mulai dari perencanaan hingga serah terima barang. “Modusnya bisa melalui kesepakatan antara calon pelaksana dengan pemilik proyek, melakukan mark up HPS, membuat persyaratan yang diskriminatif, subkon fiktif hinggak keterlambatan pekerjaan. ” ujar Arend.

Untuk mencegah praktik korupsi, Arend mendorong agar pengawasan internal sejak  perencanaan hingga serah terima barang lebih digiatkan. Selanjutnya, pengawasan masyarakat juga perlu ditingkatkan terutama terkait whistleblowing system. Artinya, ada kanal untuk masyarakat untuk melakukan pengaduan terkait PBJ dan ditindaklanjuti.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Yunus Husein menambahkan, audit dengan tujuan tertentu khususnya terkait Beneficial Ownership (BO) dalam PBJP bisa dilakukan oleh APIP kapan saja. Dasarnya adalah perintah pimpinan tertinggi atau adanya permintaan dari Auditee.

“Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan memverifikasi adanya BO pada peserta pengadaan yang turut serta mengendalikan perusahaan. Auditnya diprioritaskan pada pengadaan dengan nilai besar, strategis yang berisiko tinggi atau juga bisa untuk pengadaan dengan peserta yang mengandung risiko tinggi. BO seringkali ikut tender dengan mengikutsertakan korporasi yang dikendalikannya seperti dalam kasus Hambalang. ” kata Yunus yang juga merupakan Ketua PPATK pertama Tahun 2000.
Yunus menilai, keberadaan BO di setiap peserta pengadaan harus diungkap sejak awal dan harus diupdate jika ada perubahan. Dengan mengetahui adanya BO dan indikasi tindak pidana, maka proses pengadaan barang/jasa akan lebih akuntabel dan kredibel.
Di sisi lain, niat jahat dan turut serta dalam perbuatan korupsi PBJ dapat dimasukkan dalam ranah hukum pidana. Hal ini berkaitan dengan upaya memperkaya atau menguntungkan diri sendiri, orang lain maupun korporasi melalui proses PBJP yang berakibat pada kerugian negara atau bentuk lain.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Somawijaya menjelaskan bahwa, dalam ketentuan Pasal 55 KUHP, bentuk dari turut serta adalah perbuatan dilakukan secara bersama-sama dan atau melibatkan lebih dari 1 (satu) orang untuk mewujudkan atau melakukan suatu tindak pidana.
“Hal tersebut harus didasarkan dengan adanya kesengajaan untuk melakukan kejahatan tindak pidana, artinya mereka yang di kategorikan turut serta melakukan dan atau turut serta membantu harus mempunyai kesengajaan melakukan penyimpangan dalam proses pelelangan.” Pungkasnya. (fan/pus)

http://www.lkpp.go.id/v3/#/read/6266

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *